Nama : Syahri Ramadhan
Nim :
BI.09.01.059
Kelas : VA
Jurusan : Bahasa Dan Sastra Indonesia
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM
(STKIP YAPIS DOMPU)
TAHUN AKADEMIK 2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Drama
merupakan salah satu genre sastra yang menarik untuk dibahas. Istilah drama
berasal dari Yunani, yaitu dramoi yang
berarti ‘aksi’ atau ‘perbuatan’. Istilah drama itu sendiri sudah menyiratkan
makna ‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’.
Drama
adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara
verbal adanya dialogue atau cakapan di anatara tokoh-tokoh yang ada. Drama juga
secara eksplisit memperlihatkan adanya petunjuk pemanggungan yang akan
memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan tokoh
(Hall dalam Wahyudi, 2006: 104).
Drama pada
awalnya digunakan dalam suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Akan tetapi,
ritual tersebut mengalami perkembangan menjadi oratoria, yaitu seni berbicara,
kemudian berkembang menjadi drama.
Malam
Jahanam merupakan sebuah drama ciptaan Motinggo Busje yang ditulis pada tanggal
1 Juni 1958 di Teluk Betung. Malam Jahanam pernah memenangkan sayembara
penulisan lakon yang diadakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun
1958. Drama ini merupakan drama satu babak yang menampilkan sisi gelap manusia
di samping aspek ketulusan dan kelembutan hati.
Dalam Tugas
ini, penulis menggunakan pendekatan objektif sebagai pendekatan dalam mengkaji
Malam Jahanam. Pendekatan objektif merupakan sebuah pendekatan yang menekankan
karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyak bersifat otonom (Teeuw, 2003:
100). Pendekatan ini mencoba untuk memaparkan suatu karya sastra secara
struktural. Oleh karena itu, penulis tidak mengaitkan karya dengan
lingkungannya, seperti pengarang dan pembacanya. Penulis hanya membahas sistem
formalnya yang membangun keutuhan karya, yaitu alur, latar, tokoh dan
penokohan, tema, dan amanat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sinopsis
Naskah Drama Malam Jahanam
Di sebuah
perkampungan nelayan, tinggallah Mat Kontan beserta istri (Paijah) dan anaknya
(Mat Kontan Kecil). Soleman, teman dekat Mat Kontan, tinggal di seberang rumah
mereka. Suatu malam, Paijah menunggu suaminya yang belum juga pulang. Ia
mengkhawatirkan anaknya yang sedang sakit. Akhirnya, Mat Kontan pulang membawa
seekor burung. Saat mengobrol dengan Soleman di teras rumahnya, dia
menyombongkan burung perkututnya yang baru, juga istri dan anaknya. Soleman
yang tidak tahan mendengarnya mengungkit-ungkit ketakutan Mat Kontan ketika
nyawanya hampir melayang karena terperosok ke dalam pasir. Mat Kontan yang
ketakutan rahasianya dibongkar langsung berbaik-baik pada Soleman.
Tak lama
kemudian, Mat Kontan mulai menyombongkan diri lagi. Dia juga menuduh Soleman
iri karena dia mempunyai istri yang cantik dan seorang anak. Soleman bahkan
dianggap takut menyentuh perempuan karena sampai sekarang belum juga beristri.
Mat Kontan
masuk untuk melihat burung beo kesayangannya tapi tidak menemukannya. Utai,
seorang warga kampung itu yang setengah pandir, mengaku pernah melihat bangkai
burung tersebut di dekat sumur dengan leher tergorok. Mat Kontan yang jadi
marah besar mengajak Utai menemaninya ke tukang nujum untuk mengetahui siapa
pembunuhnya.
Paijah
yang ketakutan bertanya pada Soleman apa yang sebaiknya ia katakan bila ditanya
oleh Mat Kontan nanti. Ternyata, Solemanlah yang membunuh burung beo kesayangan
Mat Kontan agar perselingkuhannya dengan Paijah tidak ketahuan. Soleman
berjanji akan melindungi Paijah.
Mat Kontan
segera pulang karena tukang nujum yang hendak ditemuinya sudah meninggal. Dia
pun marah-marah pada Paijah, bertanya siapa yang membunuh burung beonya. Paijah
balas mengungkapkan kekesalannya pada Mat Kontan yang tidak pernah memikirkan
dan menyayangi dirinya dan anaknya tapi selalu membangga-banggakan mereka pada
semua orang.
Awalnya,
Soleman membela Paijah dari amarah Mat Kontan. Lama-lama Soleman diam saja.
Paijah kecewa pada Soleman dan mengaku sebagai pembunuh burung beo Mat Kontan.
Soleman pun mengaku bahwa dialah pembunuh burung beo Mat Kontan dan bahwa
dialah ayah dari anak Paijah, anak yang selama ini Mat Kontan bangga-banggakan
sebagai anaknya.
Mat Kontan
marah dan mengangkat goloknya. Soleman membuat Mat Kontan takut lagi dengan
mengingatkannya tentang saat dia terperosok ke dalam pasir. Mat Kontan pergi
dan menyerahkan Paijah serta anaknya pada Soleman.
Soleman
menyusul Mat Kontan yang dikiranya hendak bunuh diri. Ternyata, Mat Kontan dan
Utai sudah menunggu untuk membunuhnya. Soleman berhasil meloloskan diri dan
pergi ke stasiun kereta api. Utai mati karena ditendang oleh Soleman.
Mat Kontan
kembali ke rumahnya dan masih mau hidup dengan Paijah serta anak Soleman. Dia
bahkan mulai memerhatikan anak itu dan pergi memanggil dukun untuk mengobati
penyakitnya. Sayangnya, malam itu juga si bayi meninggal dunia.
B. Kajian Naskah Drama Malam Jahanam
1. Realisme dalam Malam Jahanam
Karakteristik
drama realis adalah sesuatu tidak boleh diperindah/diperburuk dari keadaan
sebenarnya; menyampaikan ke permukaan tanpa harus menutupi kebenaran yang
terjadi di sekitarnya; menolak seni untuk seni karena visualisasi digunakan
untuk kepentingan masyarakat.
Selain itu,
drama realis juga menggunakan bentuk well made play yang ciri-cirinya adalah
eksposisi secara jelas menggambarkan situasi dan watak tokoh; pengolahan
situasi sangat cermat menuju peristiwa berikutnya; suspens muncul tak terduga
dan berbalik menurut logika; plot berlangsung kontinyu dan memuncak; dan
resolusi terjadi secara logis dan meyakinkan.
Sesuai
dengan salah satu karakteristik drama realis, Malam Jahanam tidak memperindah
maupun memperburuk sesuatu dari keadaan sebenarnya. Drama ini menceritakan perselingkuhan
sebagaimana adanya pada masa naskah drama ini ditulis, yaitu pada tahun
1950-an.
Malam
Jahanam juga menyampaikan perselingkuhan ini ke permukaan tanpa menutupi
kebenaran yang terjadi di sekitarnya. Motinggo Busye dengan jujur mengemukakan
bagaimana tanggapan masyarakat saat itu dan reaksi orang-orang yang berhubungan
dengan perselingkuhan ini.
Drama ini
merupakan penggambaran keadaan nyata yang dapat dijadikan contoh oleh
masyarakat. Penyebab dan dampak dari perselingkuhan Paijah dengan Soleman,
kematian Mat Kontan Kecil yang tragis, dan keegoisan Mat Kontan dapat
dipelajari oleh masyarakat dan dipetik hikmah serta amanatnya. Dengan demikian,
Malam Jahanam dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Karakteristik
drama realis yang tidak kalah penting adalah manusia diharuskan mampu
mempertahankan dirinya di tengah lingkungan tanpa harus melarikan diri dari
kenyataan. Tokoh-tokohnya dihadapkan pada cobaan-cobaan yang memojokkan mereka.
Baik Soleman, Paijah, maupun Mat Kontan, ketiganya mempunyai masalah yang
membuat mereka tertekan. Akan tetapi, mereka tidak sanggup menghadapinya secara
langsung dan memilih untuk melarikan diri di balik rahasia dan keyakinan palsu
yang dibuat-buat.
Malam
Jahanam juga memenuhi bentuk well made play. Pengolahan situasinya sangat
cermat menuju peristiwa berikutnya. Sebab-akibat antarperistiwa terlihat jelas.
Contohnya adalah pada adegan ke-V Soleman meminta diceritakan tentang perkutut
atau beo saja daripada tentang Paijah dan Mat Kontan Kecil yang membuatnya kesal.
Oleh karena itu, Mat Kontan teringat pada burung beo yang sudah dilupakannya
selama dua hari. Mat Kontan tidak dapat menemukan burung tersebut. Pencarian
burung beo ini pada akhirnya mengungkapkan perselingkuhan Soleman dengan
Paijah.
Suspense
atau unsur ketegangan dalam Malam Jahanam muncul secara tak terduga dan
berbalik menurut logika. Pembaca mungkin terkejut ketika Soleman mengatakan
bahwa Mat Kontan Kecil adalah anaknya. Akan tetapi, setelah mengingat-ingat
atau membaca kembali bagian awal Malam Jahanam saat Mat Kontan mengatakan bahwa
dulu dia sering diolok-olok mandul oleh teman-temannya, pembaca tersadar bahwa
pernyataan Soleman itu masuk akal dan menurut logika.
Plot Malam
Jahanam berlangsung kontinyu dan memuncak. Alurnya maju, tidak ada flashback,
tidak ada plot sampingan, dan tidak ada adegan yang tidak penting maupun yang
tidak relevan. Ketegangan terus memuncak. Penanda-penanda yang paling jelas
adalah amarah Mat Kontan dan ketakutan Paijah yang semakin lama semakin
meninggi.
Resolusi
atau pemecahan akhir, yaitu kematian Mat Kontan Kecil, terjadi secara logis dan
meyakinkan. Bayi itu sudah sakit sejak drama dimulai, tapi baru pada akhir
cerita Mat Kontan pergi mencari dukun untuk mengobatinya. Hal ini membuat
pembaca teriris hatinya dan khawatir kemungkinan terburuk terjadi pada bayi
itu. Tiba-tiba tangisnya terhenti. Kekhawatiran pembaca menjadi kenyataan.
Paijah keluar rumah sambil berteriak-teriak mengatakan kalau anaknya sudah
mati.
2. Alur
Alur
adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum
sebab-akibat (Sumardjo, 1994: 139). Alur merupakan salah satu aspek penting
dalam drama karena alur merupakan pembentuk kerangka cerita. Aristoteles bahkan
menyatakan bahwa alur adalah roh drama (Sumardjo, 1994: 141). Alur Malam Jahanam adalah alur maju atau
linear, yaitu peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersusun menurut urutan
waktu terjadinya (chronological order)
secara berurutan. Alur ini berlangsung secara kontinyu dan memuncak.
Soleman : Sayalah yang melakukannya!
Mat Kontan : (berputar mengambil tempat ke dekat
rumahnya) Jadi kenapa kau bunuh dia? Kau iri pada saya ya?
Soleman : Ya, Saya iri!
Mat Kontan : Memang benar tebakan saya tadi-tadi.
Soleman : Ya! Saya iri pada semua yang kau
punya. Pada uangmu. Pada binimu, pada anakmu, pada burungmu. Dan pada
kesombongan kamu!
Mat Kontan : Memang kau jahanam!
Soleman : Memang saya jahanam. Tapi
kau juga jahanam (dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga jahanam. Dan
burung itu juga jahanam! (lambat) Dan anak yang menangis itu juga jahanam!
Mat Kontan : Kenapa kau hina anak saya ha?
Soleman : Ia bukan anakmu!
Unsur
dadakan dalam drama Malam Jahanam terlihat
ketika Soleman mengaku kepada Paijah bahwa dialah yang membunuh burung beo
milik Mat Kontan. Pengakuan Soleman membuat kejutan atau dadakan bagi
pembacanya.
Soleman : Mungkin saya juga, Jah. Sekarang
saya lebih baik mengaku saja (mereka kini saling berpandang). Saya juga punya
takut (diam). Mungkin juga Nabi. Tapi Jah, saya bunuh beo itu karena binatang jahanam
itu telah menyiksa saya!
Paijah : (terkejut mendengar berita
baru itu) Apa? Kau bunuh? Kau yang memotong lehernya?
3. Latar
Latar
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu,
ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya yang membangun cerita
(Sudiman dalam Teeuw, 2003: 44). Latar dibedakan atas dua macam yaitu latar
sosial dan latar fisik atau material (Hudson dalam Teeuw, 2003: 44). Latar
sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan
sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, dan bahasa. Latar fisik adalah tempat di
dalam wujud fisiknya, yaitu ruang, bangunan, lokasi dan sebagainya. Latar
sosial dalam Malam Jahanam yaitu lingkungan para pelayan yang hidup dalam
kemiskinan. Bahasa yang mereka gunakan kasar dan kurang sopan.
Di pinggir
laut kota kami, para nelayan tampaknya selalu gembira, biarpun betapa
miskinnya. Rumah mereka terdiri dari geribik, tonggak bambu dan beratap daun
kelapa. Suara mereka yang keras dan gurau kasar mereka, seolah-olah mengesankan
bahwa mereka kurang berpendidikan.
Latar
fisik dalam drama Malam Jahanam yaitu di sebuah perkampungan nelayan.
Penggambaran latar fisik dalam drama ini sangat jelas dan mendetail, seperti
yang dicirikan dalam sebuah karya drama realis.
4. Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh
Tokoh
adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam
berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1991: 16). Tokoh-tokoh dalam drama ini
adalah
1.
Mat
Kontan,
2.
Paijah,
Soleman,
3.
Utai
dan
4.
Tukang
Pijat.
Berdasarkan
fungsinya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh
sentral dapat dibagi menjadi tokoh protagonis, antagonis, dan wirawan atau
wirawati.
Tokoh
protagonis adalah tokoh yang memegang peran pimpinan atau tokoh utama dan
menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Tokoh antagonis adalah tokoh yang
merupakan penentang utama dari protagonis. Tokoh wirawan atau wirawati juga
merupakan tokoh penting yang cenderung dapat menggeser kedudukan tokoh utama.
Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita
tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh
utama.
Tokoh
protagonis dalam Malam Jahanam adalah Soleman sedangkan tokoh antagonisnya
adalah Mat Kontan. Paijah memegang peranan sebagai tokoh wirawati. Tokoh-tokoh
bawahannya adalah Utai dan Tukang Pijat.
Berdasarkan
cara menampilkan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh datar (tokoh
sederhana) dan tokoh bulat (tokoh kompleks). Tokoh datar diungkapkan satu segi
wataknya saja sedangkan tokoh bulat ditampilkan lebih dari satu. Selain itu,
tokoh bulat juga mampu memberikan kejutan dengan munculnya segi watak lain yang
tak terduga. Tokoh-tokoh datar dalam Malam Jahanam adalah Utai dan Tukang
Pijat. Tokoh-tokoh bulat adalah Mat Kontan, Paijah, dan Soleman.
b.
Penokohan
Penokohan
adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman dalam
Sudjiman, 1991: 23). Metode penyajian penokohan dapat dibagi menjadi metode
langsung, tak langsung, dan kontekstual. Metode langsung dipakai pengarang yang
langsung mengisahkan sifat-sifat tokoh hasrat, pikiran, dan perasaannya. Jika
pembaca harus menyimpulkan watak tokoh dari pikiran, cakapan, dan lakuan,
metode yang dipakai adalah metode tak langsung. Metode kontekstual adalah
metode yang dapat menyimpulkan watak tokoh dari bahasa pengarang. Malam Jahanam
menggunakan metode langsung dan tak langsung.
1. Watak Mat Kontan adalah sombong,
angkuh, penakut, egois, emosional, dan sok tahu. Mat Kontan juga merupakan
orang yang lari dari kenyataan. Dia tetap membanggakan istri dan anaknya
padahal dia sudah menduga bahwa istrinya tidak setia dan Mat Kontan Kecil
bukanlah anak kandungnya. Mat Kontan dapat disebut penakut karena dia takut
Soleman akan membongkar rahasianya yang pernah terperosok ke dalam pasir.
Mat
Kontan : (takut) Jangan bilang perkataan itu, Man. Saya
paling takut kalau kaubilang perkataan itu (melepaskan). O, aku takut kalau
kauulangi cerita lama itu. Saya adalah orang yang kepingin panjang umur, Man.
He, kau masih ingat peristiwa itu, Man?
Mat Kontan
egois karena meskipun selalu membangga-banggakan Paijah dan anaknya, dia tidak
memedulikan anaknya yang sedang sakit. Dia hanya memedulikan koleksi burung dan
kebahagiannya sendiri. Mat Kontan mudah marah bila menyangkut burung dan harga
dirinya.
2.
Watak
Soleman adalah pengecut, besar mulut, dan pembual. Ketika Paijah menceritakan
ketakutannya terhadap Mat Kontan kepada Soleman, Soleman berjanji akan
melindungi Paijah. Soleman berkata bahwa dia bukan penakut. Padahal, sebenarnya
dia adalah pengecut. Karena takut terhadap amarah Mat Kontan, Soleman kabur
naik kereta api, meninggalkan Paijah dan anak kandungnya yang sedang sakit.
3.
Watak
Paijah adalah pencemas dan tidak setia. Ia takut Soleman dan dirinya sendiri
akan dibunuh oleh Mat Kontan apabila masalah burung beo dan perselingkuhan
mereka terungkap. Ia juga takut dirinya dan Soleman akan diusir dari kampung
apabila ada yang mengetahui perihal perselingkuhan mereka.
Paijah
juga seorang istri yang tidak setia. Ia berselingkuh dengan Soleman yang
merupakan teman dekat suaminya. Meskipun Mat Kontan egois dan mandul, tidak
seharusnya Paijah lari ke dalam pelukan laki-laki lain selama statusnya masih
sebagai istri Mat Kontan.
4. Watak Utai adalah setia. Dia selalu
menuruti perintah Mat Kontan, bahkan dapat dikatakan bahwa Utai adalah tangan
kanannya. Watak Tukang Pijat tidak begitu terlihat karena kemunculannya terlalu
singkat.
5. Tema dan Amanat
Tema
adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra itu
(Sudjiman, 1991: 50). Tema Malam
Jahanam adalah sisi buruk dan baik manusia. Dalam drama ini, kita bisa
melihat sisi buruk manusia melalui Mat Kontan yang tidak menghargai orang lain,
Paijah yang berselingkuh dengan Soleman, serta Soleman yang berhubungan istri
teman dekatnya sendiri. Sisi baik manusia dapat kita lihat pada kelembutan hati
Paijah terhadap anaknya serta Soleman yang mengakui kesalahannya pada Mat
Kontan. Perselingkuhan juga diangkat dalam drama ini, yaitu perselingkuhan
antara Paijah dengan Soleman.
Amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam sebuah karya sastra.
Amanat Malam Jahanam adalah kita harus dapat menghargai orang lain. Mat Kontan
yang kurang menghargai Paijah dan Soleman akhirnya dikhianati oleh mereka. Kita
juga harus bertanggung jawab akan semua yang telah kita lakukan walaupun akan
berdampak buruk bagi kita. Seperti halnya Paijah dan Soleman yang mengakui
kesalahan mereka dan harus bersedia menanggung akibatnya.
Amanat
lainnya adalah orang yang lemah akan selalu menjadi korban. Amanat ini dapat
kita ambil dari Utai. Dia setia terhadap Mat Kontan, tetapi harus menjadi
korban dan meninggal ketika melawan Soleman demi Mat Kontan. Korban yang lebih
malang lagi adalah Mat Kotan Kecil, bayi yang lemah dan tidak berdaya, yang
meninggal akibat keteledoran dan keegoisan orang tuanya.
Amanat
yang tidak kalah pentingnya adalah tentang kesetiaan. Seorang istri seharusnya
setia kepada suaminya dan berkompromi mengenai kekurangan mereka masing-masing.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Malam Jahanam merupakan sebuah drama realis.
Drama ini memenuhi karakteristik-karakteristik drama realis, mengharuskan
tokoh-tokohnya bertahan di tengah lingkungan tanpa melarikan diri dari masalah,
dan menggunakan bentuk well made play.
Setelah menganalisis Malam
Jahanam dengan pendekatan objektif, kami menemukan bahwa tema drama ini
adalah sisi buruk dan baik manusia dengan mengangkat masalah perselingkuhan.
Alur drama ini adalah alur maju atau linear yang berlangsung secara kontinyu
dan memuncak. Amanat Malam Jahanam
adalah kita harus dapat menghargai orang lain, kesetiaan, dan orang yang lemah
akan selalu menjadi korban.
DAFTAR
PUSTAKA
Budianta,
Melani, dkk. 2006. Membaca Sastra.
Magelang: IndonesiaTera.
Busye,
Motinggo. 1995. Malam Jahanam.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Ivaty,
Susi. “Kejahanaman dalam Diri Manusia.” Style Sheet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar